Kamis, 22 September 2016

KAJIAN AKIDAH ISLAM

TAUHID
TAUHID RUBUBIYAH
·       Allah SWT adalah satu-satunya yang menciptakan, menguasai, memelihara dan mengatur alam semesta.
·       Allah SWT adalah zat yang maha sempurna, maha suci serta memiliki 100 nama yang bagus, asmaul husna.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/26_11.png
qawma fir'awna alaa yattaquuna 
QS Asy Sura: 11. (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak bertakwa?"
TAUHID ULUHIYAH
·       Allah SWT adalah satu-satunya yang memiliki hak untuk disembah oleh makhlukNya, dan hanya kepadaNya segala bentuk ibadah harus ditujukan, seperti berdoa, shalat, istianah (meminta pertolongan), tawakal (berserah diri), khauf (takut), raja (berharap), menyembelih hewan, bernazar dll.
·       Tauhid uluhiyah ini banyak diingkari makhlukNya, oleh sebab itu Allah SWT mengutuspara nabi serta menurnkan kitab suci, seperti Taura, Zabur (Psalm), Injil dan Al Quran.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/23_117.png
waman yad'u ma'a allaahi ilaahan aakhara laa burhaana lahu bihi fa-innamaa hisaabuhu 'inda rabbihi innahu laa yuflihu alkaafiruuna.
QS Al Mukminuun: 117. Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/21_25.png
wamaa arsalnaa min qablika min rasuulin illaa nuuhii ilayhi annahu laa ilaaha illaa anaa fau'buduuni. 
QS An Anbiyaa: 25. Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/16_36.png
walaqad ba'atsnaa fii kulli ummatin rasuulan ani u'buduu allaaha waijtanibuu alththaaghuuta faminhum man hadaa allaahu waminhum man haqqat 'alayhi aldhdhalaalatu fasiiruu fii al-ardhi faunzhuruu kayfa kaana 'aaqibatu almukadzdzibiina.
QS An Nahl: 36. Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). 
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/114_1.png
qul a'uudzu birabbi alnnaasi 
QS An Naas: 1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/114_2.png
maliki alnnaasi 
QS An Naas: 2. Raja manusia.
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/114_3.pngilaahi alnnaasi 
QS An Naas: 3. Sembahan manusia
Hakikat Tauhid Uluhiyah
·        Hakikat Tauhid adalah manusia harus menyadari bahwa nasib baik dan buruk, untung dan rugi, serta sebagainya datangnya dari Allah SWT, bukan dari lainnya.
·        Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyah harus saling menyertai.
·        Tauhid hanya dapat diwujudkan apabila kita mengabdikan hidup kita bagiNya.
Oleh sebab itu buah Tauhid haruslah berupa tawakal, dan hidup kita hanya semata mengharapkan riddhaNya.

oO0Oo

Selasa, 13 September 2016

BAB 5 RECONQUISTA

Kepiawaian para penguasa, yakni Abdurrahman I, Abdurrahman II, dan Abdurrahman III, pada awal pendudukan Andalusia di semenanjung Iberia menjadi faktor yang penting dalam mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, Yahudi dan Nasrani. Keberhasilan politik para pemimpin Andalusia tersebut disebabkan oleh kebijakan memelihara pluralisme khususnya kehidupan beragama yang penuh toleransi di antara umat. Pada era tersebut bidang pendidikan tinggi dan kegiatan-kegiatan ilmiah berkembang akibat ditunjang oleh good will para penguasa Bani Umayyah di Andalusia yang dalam hal ini adalah Muhammad I (852-886) dan Al-Hakam II (961-976).
Masyarakat Andalusia merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas agama serta bangsa. Oleh sebab itu pembinaan kehidupan beragama yang penuh toleransi mutlak diperlukan. Karena hanya dengan cara demikian mereka akan termotivasi untuk mewujudkan ukhuwah watoniyah Andalusia. Untuk tujuan tersebut, terhadap umat Kristen sebagaimana pula Yahudi, mereka dianggap sebagai kaum mukminin serta sekaligus dzimmy. Lebih lanjut, kekhalifahan menyediakan hakim-hakim khusus untuk menangani permasalahan di antara mereka sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Bani Abbasiyyah di Baghdad dan Umayyah di Andalusia, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak pula terpengaruh. Sejak abad ke-11 dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan, sehingga membawa kesatuan budaya dunia Islam.
Muluk At-Thawaif
Perpecahan politik di dalam negri pendudukan Andalusia dimulai sejak bermunculannya Mulukul Thawa'if (dinasti-dinasti kecil) akibat lemahnya kebijakan kekhalifahan. Timbul negri-negri kecil, baik dari penduduk Muslim asli Andalusia seperti Abbadiyah (1013-1091 M) di Sevilla dan Hudiyyah (1039-1142 M) di Saragosa. Berber Afrika Utara seperti Miknasa Afthasiyyah (1022-1094 M) di Badajos, Hawwarah Dzununiyah (1028-1085 M) di Toledo dan Hammudiyah (1016-1035 M) di Malaga. Sebagian lain dari Afrika yang migrasi sekitar abad ke-10 M serperti Sanhaja Berber Ziriyyah di Elvira, kelompok Amiriyah dan Al-Manshuriyyah (1021-1096 M) di Valencia. Pada wilayah tertentu di tenggara seperti Tortosa, Denia dan sebelumnya juga di Valencia, para militer keturunan Shaqlaby berkuasa untuk beberapa lama di daerah-daerah tersebut.
Sebagian besar dari mereka menjadi agresif serta mengabaikan kesatuan sesama Muslim, bahkan mengorbankan tetangga-tetangga mereka sendiri. Abbadiyah misalnya, dalam rangka mengembangkan sayap kekuasaannya, tidak segan-segan mendukung kembali Hisyam Al-Muayyad II khalifah yang sudah digantikan untuk memimpin kembali. Ada pula sebagian kelompok yang meminta pertolongan kepada kerajaan Kristen, Alfonso VI untuk menyerang kelompok muslim lainnya.
Kejadian pada masa tersebut merupakan antitesis dari masa kejayaan awal Andalusia ketika berada di puncak kejayaannya, dengan keunggulan dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, filsafat dan hukum tatanegara. Pada masa Muluk ath-Thawa'if setiap penguasa di Málaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Kordoba. Walaupun Muluk ath-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang di antaranya justru lebih maju, sedangkan pada masa sebelumnya hanya Kordoba merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Iberia. Namun kesombongan negri-negri kecil tersebut akhirnya gagal menghimpun keutuhan Andalusia karena cekcok diantara mereka sendiri. Inilah kelemahan yang dimanfaatkan umat Nasrani untuk melampiaskan dendam kesumat mereka.
Faktor Pendorong Kemunduran
Pada awal dari pemerintahan pendudukan Muslim masyarakat Andalusia merasakan kehidupan yang menyenangkan. Pemerintah berhasil melakukan integrasi penduduknya dengan kebijaksanaan memajukan kehidupan beragama yang penuh toleransi. Baik agama Yahudi, Nasrani dan Islam dibina untuk hidup dalam kerukunan. Pemerintah pun mensejajarkan hak dan kewajiban para mualaf pribumi tersebut dengan setingkat dengan pendatang Muslim. Begitu pula para serdadu baik dari etnis Arab dengan Berber yang baru saja masuk Islam dan merupakan komponen terbesar pasukan pendudukkan setingkat.
Namun seiring dengan lamanya pendudukan, mulailah timbul ketidak adilan, khususnya bagi penduduk non Muslim, para mualaf pribumi dan serdadu dari etnis Berber atau Moor. Terjadi diskriminasi yang potensial melemahkan kesatuan Kerajaan Muslim di Semenanjung Iberia. Di samping itu timbul pula kejadian-kejadian lain yang melemahkan ketahanan kerajaan, seperti yang disimpulkan di bawah ini:
1)    Timbulnya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan-kerajaan Kristen. Peperangan atritif yang berlangsung lama menjadi salah satu faktor penyebab kemunduran yang patut dinilai penting. Konflik tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti:
                    i.        Kegagalan penguasa Muslim melakukan Islamisasi secara total, sebab mereka sudah cukup puas dengan memelihara toleransi beragama, dan membiarkan mereka hidup menggunakan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak melakukan perlawanan bersenjata.
                   ii.        Kehadiran penjajah Muslim tidak dapat disangkal memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Kristen Iberia. Secara diam-diam mereka memelihara dendam terhadap pendudukan Islam.
                 iii.        Penjajah Muslim sengaja melewatkan dan tidak menaklukkan beberapa Kerajaan Kristen tetangga di pesisir utara semenanjung (Asturias, León, Galicia, Castile, Navarre, Aragon, Catalonia) yang dipimpin oleh para aristokrat. Tampaknya disebabkan oleh letak negri-negri tersebut di wilayah pegunungan dengan kontur geografis yang sangat berat untuk suatu kampanye militer. Lagi pula rakyat di negri-negri tersebut tidak mempermasalahkan hidup dalam koeksistensi dengan negara-negara Iberia Muslim.
2)    Tidak adanya ideologi pemersatu yang disebabkan oleh:
                    i.        Dampak dari politik diskriminatif Bani Umayyah di Damaskus pada era selanjutnya, pada mana orang-orang Arab enggan menerima para mualaf pribumi sederajad dengan mereka. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10, mereka masih merendahkan derajat para mualaf tersebut dengan nama ejekan 'ibad dan Muwallad. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang terpaksa bersikap insubordinate yang tentunya tidak kondusif bagi ketahanan negri-negri Muslim semenanjung Iberia.
                   ii.        Para jenderal karismatik penakluk umumnya bertindak sangat independen, karena tiadanya metode komunikasi yang mendukung. Kesuksesan para jendral yang berjuang di lokasi yang sangat jauh dari Damaskus tidak jarang ditanggapi dengan penuh curiga oleh kalangan tertentu di pemerintahan pusat. Terutama terhadap para jendral yang ambisus dan memperoleh loyalitas pribadi perwira dan prajurit mereka. Kemudian persaingan lama yang sarat konspirasi diantara para jenderal berpengaruh atas timbulnya like and dislike di kalangan pimpinan di Damaskus. Akibatnya para jenderal yang sukses dan lama memimpin harus digeser dan digantikan oleh jendral dari generasi lebih muda dianggap lebih loyal dengan pemerintah di Damaskus. Dan kondisi yang demikian tentu melemahkan kapasitas tempur pasukan.
                 iii.        Kelemahan serius lainnya di antara para penakluk Muslim adalah ketegangan etnis antara komponen Arab Syam (asli) dengan etnis Berber Afrika Utara yang baru saja memeluk Islam dan konon dibawah pengaruh para pelarian Khawarij. Pada hal suku bangsa Berber merupakan komponen terbesar di dalam pasukan penyerang Muslim. Konflik internal laten tersebut tentu membahayakan persatuan Muslim.
3)    Faktor kesulitan ekonomi yang terjadi pada paruh kedua pendudukan Muslim di Iberia. Faktor ini lebih disebabkan oleh ambisi para penguasa yang ingin membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang membebani dan menpengaruhi kondisi politik dan militer.
4)    Ketidak jelasan sistem peralihan kekuasaan. Pada hal peralihan kekuasaan di dalam ajaran Islam sudah jelas, yaitu melalui pemilihan yang berdasarkan potensi leadership yang terbaik diantara umat. Akibat pengabaian garis yang telah ditetapkan seperti di atas, terjadi perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk ath-Thawaif muncul.
5)    Keterpencilan Andalusia dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.
Reconquista Semenanjung Iberia
Reconquista (penaklukan kembali) secara historis adalah upaya pembebasan Semenanjung Iberia dari pendudukan Islam, yang berlangsung selama 770 tahun, dimulai semenjak awal penaklukan Islam pada tahun 711 M hingga jatuhnya Emirat Granada, negara Islam terakhir di semenanjung, pada tahun 1492 M. Reconquista berakhir tepat sebelum Eropa menemukan "Dunia Baru" Amerika pada era Kerajaan Portugis dan Spanyol.
Para ahli sejarah tradisional mencatat bahwa bangsa Moor tidak pernah sepenuhnya menjadikan wilayah pegunungan di pantai utara bagian dari Spanyol Islam. Pasalnya medan di daerah tersebut berupa pegunungan yang sulit untuk ditembus. Oleh sebab itu wilayah tersebut pada awal penaklukan Moor di abad ke-8 menjadi tempat perlindungan bagi bangsawan Kristen. Pada tahun 722 M setelah pertempuran Covadonga tatkala pasukan Kristen kecil yang dipimpin oleh bangsawan Pelagius mengalahkan tentara Kekhalifahan Umayyah di pegunungan Pirenia di Iberia utara, secara de facto berdirilah sebuah kerajaan Kristen Asturias merdeka Regnum Asturorum. Kemenangan tersebut membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Kristen Iberia dan menjadi tonggak sejarah menandai lahirnya Reconquista (merebut kembali).
Konsep Reconquista
Umat Nasrani sepakat menganggap Kekhalifahan Muslim Andalusia sebagai musuh bersama yang harus ditaklukkan dengan kekuatan militer. Dengan cerdik negri-negri kecil nan merdeka yang tersebar di pegunungan Pireni secara bergantian melakukan perlawanan atritif sepanjang masa penaklukan muslim. Dengan harapan menggerus ketahanan pemerintah pendudukan, sebab hanya dengan cara tersebut yang dapat mereka lakukan sambil menunggu saat yang tepat untuk melancarkan pukulan yang mematikan. Apalagi kekhalifahan Muslim sudah mulai terpecah yang ditandai dengan munculnya Muluk At-Thawaif. Mereka melihat fenomen Muluk At-Thawaif merupakan batu loncatan bagi ambisi mereka untuk merdeka.
Oleh karenanya dibuatlah satu konsep Reconquista, dengan komponen (1) diferensiasi budaya umat Nasrani dari Muslim khususnya dalam aspek agama sehingga mudah memilah umat Nasrani dari Muslim, (2) mengabaikan kehidupan toleransi beragama yang sudah terbina sejak abad ke-8, (3) meningkatkan semangat perlawanan atritif yang telah berlangsung ratusan tahun lamanya namun terpisah kepada perwujudan suatu kesatuan untuk menghancurkan dan mendorong Muslim keluar dari semenanjung Iberia, (4) berdasarkan pengalaman Perang Salib di Levante  mereka sudah mampu membina tentara dengan corp geest yang berdiri di atas kesamaan tujuan, yaitu membebaskan umat Nasrani Iberia dari penjajahan Muslim.
Tekad untuk menggulung kekuatan Muslim semakin berkembang ketika kaum Franka bersedia membantu Pangeran Odo dari Kerajaan Aquitane yang kalah dalam pertempuran Sungai Garonne pada tahun 732 M. Kaum Franka bersama sisa pasukan Odo pada ofensi militer berikutnya berhasil memukul mundur pasukan Moor bahkan menewaskan Abdul Rahman Al Ghafiqi pada pertempuran Toulouse pada tahun 732 M juga.
Untuk memudahkan pemahaman jalannya Reconquista, para sejarawan membaginya atas 10 periode:
1.    Periode I (712-758 M), pada era ini Andalusia berada di bawah Dinasti Umayyah hingga masuknya Abdur Rachman ad Dakhil ke Andalusia. Periode ini ditandai oleh perluasan wilayah jajahan, namun sudah mulai tampak pertikaian antara di antara pasukan penjajah, dan perlawanan bangsa Iberia Kristiani:
         i.      711: Awal mula invasi Iberia yang dikuasai kaum Kristen oleh pasukan Arab-Berber dari Kekhalifahan Umayyah.
        ii.      717: Penyerbuan Umayyah yang pertama kali di Pirenia atas Galia Visigoth.
       iii.      719: Penguasaan terluas Umayyah di Iberia, mencakup hampir semua Semenanjung Iberia dan Pegunungan Pirenia di Narbonne.
      iv.      718 atau 722: Pertempuran Covadonga di barat laut Iberia, pendirian suatu kepangeranan Kristen di Asturias.
       v.      739: Garnisun Berber dihalau dari Galicia.
      vi.      742: Garnisun Berber melepaskan kedudukan mereka di utara Sungai Douro untuk bergabung dengan pemberontakan Berber.
2.    Periode II (758-858 M), adalah zaman keemasan Andalusia I, ditandai dengan ekspansi wilayah jajahan:
      i.          759: Dinasti Karolingia yang dipimpin Pepin yang pendek menaklukkan kubu pertahanan Muslim yang terakhir di Perancis masa kini.
     ii.          801: Kaum Karolingia para ksatria kaum Franka, dibawah pimpinan Ludwig yang Saleh yang berasal dari anak bangsa Jerman menaklukkan Barcelona, menjarah Lerida, dan mendirikan Marca Hispanica.
    iii.          809: Ketika pasukan Karolingia gagal merebut Tarragona dan Tortosa, lalu mereka pun mundur ke Ebro, dan daerah Katalunia pun direbut pasukan Muslim hingga kerajaan Muslim meluas hingga Perancis Selatan.
3.    Periode III (858-920 M), menandakan masa kemunduran pertama Andalusia hingga permulaan pemerintahan Abdurrahman al Nashir, pendirian cikal bakal negri Portugis serta perlawanan bangsa Asturia:
       i.        868: Penaklukan kota Porto menyebabkan berdirinya County Portucale (kelak bernama Portugal).
      ii.        871: Coimbra direbut oleh orang Asturia, dan County Coimbra didirikan.
     iii.        914: Kaum Muslim Iberia sempat merebut kembali Barcelona.
4.    Periode IV (920-988 M), merupakan kembalinya kekuatan Andalusia dan deklarasi khilafah.
5.    Periode V (988-1019 M), masa kekuasaan para mentri atau berdirinya Dinasti Amiriyah.
6.    Periode VI (1019-1042 M), kemunduran kedua Andalusia dan hilangnya kekuasaan Umayyah dari sana.
7.    Periode VII (1042-1104 M), era munculnya kerajaan kecil-kecil (Muluk At-Thawaif) sehingga terjadi peperangan, sebagai berikut:
      i.         1085: Penaklukan atas Toledo oleh pasukan Castilia. Lebih dari separuh Iberia ditaklukkan oleh kerajaan-kerajaan yang diperintah kaum Kristen.
     ii.         1086: Murabithun mengalahkan pasukan Castilia dan menghentikan laju mereka di Pertempuran Zallaqah.
    iii.         1097: Perang Salib Pertama; dua pertiga wilayah Semenanjung Iberia ditaklukkan oleh kerajaan-kerajaan yang diperintah kaum Kristen.
8.    Periode VIII (1104-1159 M), era kaum Murabitun di Andalusia terjadi peristiwa-peristiwa:
      i.         1118: Pasukan-pasukan Navarra-Aragon merebut kubu-kubu pertahanan kaum Muslim di Tudela dan Zaragoza.
     ii.         1147: Pengepungan Lisboa, di mana Perang Salib Kedua dan Kerajaan Portugal mengalahkan kaum Murabithun.
9.    Periode IX (1159-1240 M), era kaum Muwahhidun di Andalusia serta semakin derasnya perang pembebasan:
      i.      1195: Pertempuran Alarcos mendirikan otoritas Muwahhidun di selatan Iberia.
     ii.      1212: Pertempuran Las Navas de Tolosa menyebabkan kemunduran secara politis kerajaan-kerajaan kaum Muslim Iberia.
    iii.      1236: Cádiz dan bekas ibukota kekhalifahan Kordoba ditaklukkan oleh pasukan Castilia.
10. Periode X (1240-1517 M), masa kerajaan Bani Ahmar atau Bani Nashr serta runtuhnya kekuasaan Islam di Granada:
      i.      1248: Pasukan Kristen di bawah pimpinan Fernando III dari Kastilia mengambil alih Sevilla setelah pengepungan selama 16 bulan.
     ii.      1249: Raja Afonso III dari Portugal mengambil alih Faro (di Algarve), mengakhiri Reconquista Portugis pada tahun 1249.
    iii.      1249: Keamiran Granada menjadi satu-satunya negara Muslim di Iberia.
   iv.      Abad ke-14 dan ke-15: kaum Muslim Mariniyyah menguasai beberapa kota di pesisir selatan namun segera dihalau, hanya menyisakan beberapa kota yang terisolasi di selatan Granada yang masih dikuasai oleh bangsa Moor.
    v.      1492: Setelah Perjanjian Granada pada tanggal 25 November 1491, bangsa Moor menyerahkan kota tersebut dan mengakhiri Reconquista.
Dari periodisasi di atas tampak jelas bagaimana Reconquista berlangsung. Sejak awal milenium kedua hingga tahun 1200-an, kota-kota utama Kordoba, Sevila, dan Toledo dari kerajaan Islam Muluk At-Thawaif satu per satu jatuh ke tangan kerajaan Kristen yang menyerang dari Utara. Takluknya kerajaan Muslim tersebut disebabkan oleh faktor kesalahan pihak Muslim sendiri, dipicu oleh gerakan partisan al-Murabitun dan Muwahidun dari Afrika Utara, yang timbul akibat pertikaian yang lama antara Arab Syam dengan Magribi yang digosok oleh kaum pelarian Khawarij dari Timur.
Pada sekitar tahun 1200-an, Granada sempat berhasil menghindarkan diri dari penaklukkan kerajaan-kerajaan Eropa, dengan menyepakati perjanjian dengan Kerajaan Castile, salah satu kerajaan Kristen yang terkuat di Eropa. Perjanjian tersebut berisikan kesediaan dan ketundukan Granada dengan membayar upeti berupa emas kepada Kerajaan Castile setiap tahunnya. Timbal baliknya, Castile menjamin independensi Granada dalam urusan dalam negeri mereka dan lepas dari ancaman invasi Castile. Di samping itu ada faktor lain, yaitu bentangan pegunungan Sierra Nevada yang membentengi Granada, sehingga terhindar dari penaklukkan dari invasi pihak-pihak luar.
Walaupun Granada untuk selama lebih dari 250 tahun tetap setia membayar upeti serta tunduk kepada Castile. Namun kerajaan-kerajaan Kristen yang mengelilingi Granada itu tetap saja menunjukkan sikap yang tidak bersahabat bahkan potensial menjadi bom waktu ancaman penaklukkan.
Sepertinya sudah menjadi suratan takdir keruntuhan Granada, tatkala Raja Ferdinand dari Aragon menikah dengan Putri Isabella dari Castile. Pernikahan ini menyatukan dua kerajaan terkuat di semenanjung Iberia yang merajut tekad yang satu, menaklukkan Granada dan menghapus jejak-jejak Islam di benua biru.
Tahun 1482 pertempuran antara Kerajaan Kristen Spanyol dan emirat Granada pun dimulai. Meskipun secara jumlah dan kekuatan materi Granada kalah jauh, namun semangat juang masyarakat muslim Granada sangatlah besar, mereka berperang dengan penuh keberanian. Sejarawan Spanyol mengatakan, “Orang-orang muslim mencurahkan seluruh jiwa raga mereka dalam peperangan, mereka laksana singa yang lapar menyerang musuhnya demi mempertahankan diri mereka, istri dan anak-anak mereka.” Demikian juga masyarakat sipil Granada, mereka turut serta dalam peperangan dengan gagah berani, mempertahankan tanah air mereka dan mempertahankan eksistensi Islam di tanah Eropa.
Saat itu, orang-orang Kristen bersatu padu, tidak lagi terpecah belah sebagaimana keadaan mereka di masa lalu. Beda halnya dengan Granada yang malah menghadapi pergolakan politik. Para pemimpin muslim dan para gubernur cenderung saling sikut, memiliki ambisi yang berbeda-beda, dan berusaha saling melengserkan satu sama lain. Di antara mereka ada yang berperan sebagai mata-mata Kristen dengan iming-iming imbalan kekayaan, tanah, dan kekuasaan. Lebih parah dari itu, pada tahun 1483, Sultan Muhammad, anak dari Sultan Granada, mengadakan pemberontakan terhadap ayahnya sehingga memicu terjadinya perang sipil.
Raja Ferdinand benar-benar memanfaatkan situasi ini untuk membuat Granada kian lemah, ia mendukung pemberontakan Sultan Muhammad melawan ayah dan anggota keluarganya. Pasukan-pasukan Kristen dikerahkan oleh Ferdinand turut berperang bersama Sultan Muhammad menghadapi anggota keluarganya. Akhirnya Sultan Muhammad berhasil menaklukkan anggota kerajaan dan menguasai Granada. Namun kekuasaannya ini hanya terbatas di wilayah Kota Granada saja, karena pasukan Kristen menekan dan mengambil wilayah-wilayah pedesaannya.
Tidak lama setelah menguasai Granada, Sultan Muhammad mendapat surat dari Raja Ferdinand untuk menyerahkan Granada ke wilayah kekuasaannya. Sang sultan pun terkejut dengan permintaan Raja Ferdinand, karena ia menyangka Raja Ferdinand akan memberikan wilayah Granada kepadanya dan membiarkannya menjadi raja di wilayah tersebut.
Akhirnya Sultan Muhammad sadar bahwa ia hanya dimanfaatkan sebagai pion oleh Ferdinand untuk melemahkan dan mempermudah jalan pasukan Kristen menaklukkan Granada. Muhammad berusaha untuk menggalang kekuatan dengan bersekutu bersama prajurit Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah untuk memerangi kekuatan Kristen Eropa. Namun bantuan yang diharapkan Muhammad tidaklah sesuai dengan harapannya. Turki Utsmani hanya mengirimkan sekelompok kecil angkatan laut yang tidak berpengaruh banyak terhadap kekuatan Kristen Eropa.
Pada tahun 1491, Granada dikepung oleh pasukan-pasukan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Dari menara istananya, Muhammad melihat pasukan Kristen dalam jumlah yang besar telah mengepung dan bersiap menyerang Granada. Muhammad pun dipaksa untuk menandatangani surat penyerahan Granada kepada pasukan sekutu Kristen. Peristiwa ini terjadi pada November 1491. Pada tanggal 2 Januari 1492, pasukan Kristen memasuki Kota Granada, dan mereka pun memasuki istana Alhambra, memasang bendera-bendera dan simbol-simbol kerajaan Kristen Eropa di dinding-dinding istana sebagai tanda kemenangan, dan di menara tertinggi istana Alhambra terpancang bendera salib agar rakyat Granada mengetahui siapa penguasa mereka sekarang. Keadaan saat itu benar-benar mencekam, rakyat muslim Granada tidak berani keluar dari rumah-rumah mereka dan jalanan pun lengang dari hiruk pikuk manusia.
Sultan Muhammad segera diasingkan. Beberapa saat dalam perjalanan, di puncak gunung, ia menoleh kepada bekas wilayahnya sambil menitikkan air mata. Ibunya yang melihat keadaan itu tidak simpatik kepada putranya, bahkan ia memarahinya dengan mengatakan, “Jangan engkau menangis seperti perempuan, karena engkau tidak mampu mempertahankan Granada layaknya seorang laki-laki”.
Orang-orang Kristen menjanjikan toleransi dan kedamaian terhadap masyarakat Islam Granada, walaupun kemudian perjanjian itu mereka batalkan sendiri. Baik umat Islam pendatang, mualaf dan umat Yahudi dipaksa beralih ke agama Nasrani, bagi yang menolak maka dibunuh atau diusir dari bumi Spanyol.
Ribuan umat Islam dibunuh dan yang lainnya diusir secara hina menyeberangi lautan menuju wilayah Afrika Utara. Itulah akhir dari peradaban Islam di Spanyol yang sangat mengenaskan, sungguh betapa kejamnya tentara Salib terhadap umat Islam.
Pembantaian ribuan umat Muslim oleh tentara Salib di Spanyol ketika Granada jatuh.
(Wikipedia. https://www.google.com/search?site=&tbm=isch&source=hp&biw=1280&bih=650&q=muslim+terusir+pada+reconquista&oq=muslim+terusir+pada+reconquista&gs_l=img.)
Sejarah pun mencatat ketika dulu pasukan Islam dari etnis Berber, Moor atau pun Arab Syam menaklukkan Hispania pada tahun 711 M, tidak satu pun dipaksa konversi ke agama Islam, bahkan mereka yang beragama Nasrani dan Yahudi dipersilahkan meneruskan melaksanakan ajaran agama mereka masing-masing, sebab mereka dianggap sebagai al mukminun, hanya disuruh membayar pajak. Konon kabarnya bagi mereka yang tidak melawan, tidak satu pun yang dibunuh secara keji.
“Katakanlah: Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku “ (QS Al Kafirun: 1-6).
Walaupun pendudukan Muslim telah berlangsung lebih dari tujuh abad lamanya, namun cahaya Islam menghilang demikian cepat dan haru dari daratan tersebut. Diiringi oleh melayangnya ribuan nyawa rakyat sipil yang tidak bersalah serta isak tangis dari mereka yang sempat melarikan diri ke laut menyeberangi lautan menuju Afrika Utara. Tidak lama berselang berduyun-duyun datanglah pendatang Kristen baru menggantikan tempat orang Islam dan Yahudi menempati wilayah tersebut.