Sejarah
Eropa dengan bentangan waktu yang demikian panjang, sejak zaman paleolitikum
ribuan tahun yang lalu hingga sekarang, mengandung rangkaian proses kebangkitan
bangsa Eropa yang sangat menarik untuk didiskusikan. Guna memahami seluk beluk
bangkitnya Eropa sejak masa purba pra sejarah hingga menjadi negara-negara
modern saat ini, dapat kiranya dibagi atas 7 periode sejarah, yakni:
1. Zaman Pra Sejarah Eropa
Purba, pembahasan fokus terhadap kehidupan dan perkembangan jenis-jenis
manusia purba di Eropa.
2.
Zaman Klasik, pembahasan dititik-beratkan kepada perkembangan
peradaban Greko Romawi.
3.
Zaman Kegelapan Medieval, pembahasan sejarah difokuskan kepada era setelah
runtuhnya Romawi dan akibat dari besarnya pengaruh Gereja di segala bidang
kehidupan masyarakat Eropa.
4.
Zaman Pencerahan, dalam periode ini Eropa mulai
menemukan jati dirinya dan membangun tata krama kehidupan masyarakat baru
dengan mengedepankan kemanusiaan akibat terbebasnya dari pengaruh berlebihan
kekuasaan gereja.
5.
Revolusi
Industri, berkat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang dicapai
bangsa-bangsa Eropa pasca masa renaisans berkembang industri-industri yang
membawa kepada bangkitnya raksasa ekonomi.
6.
Imperialisme
Klasik, kelebihan produksi yang menimbulkan ketamakan baru sehingga terpaksa
mencari tanah jajahan guna melempar hasil produksi.
7.
Sejarah Eropa Moderen, visi humanism mulai
mengedepan pada masyarakat Eropa atau Barat.
ZAMAN KEGELAPAN MEDIEVAL
Usainya Zaman
Klasik menyusul hancurnya Kekaisaran Romawi akibat gempuran bangsa Hun dan
Jermania barbar, bangsa Eropa pun mulai kehilangan arah. Sejak Kaisar Konstantinus I dalam mimpinya melihat salib, ia pun
bertobat dan pada tahun 312 M ia memerintahkan penghentian penyiksaan umat
Nasrani. Walaupun penistaan umat Nasrani sudah tidak dibenarkan lagi, namun
tetap saja umat Nasrani masih hidup di alam kecemasan. Barulah kemudian setelah
wafatnya kaisar Romawi
terakhir yang memerintah Timur dan Barat Theodosius I pada tahun 395 M, agama Kristen resmi menjadi agama negara.
Barulah ketika Paus menetapkan Alkitab yang memuat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam bahasa
Latin sebagai hukum
kanun, kekuasaan Paus di Roma meningkat. Pada
era tersebut politik dan agama menyatu
sehingga Kerajaan Romawi bergulir menjadi negara agama. Konsekuensinya dominasi Gereja terhadap
kehidupan pemerintahan semakin kuat, sampai-sampai Gereja memiliki wewenang
penuh membuat undang-undang serta mengawasi jalannya pemerintahan. Bahkan gereja
perlu mengawasi nalar intelektual, kalau sampai para ilmuwan menghasilkan pendapat
ilmiah yang dianggap bertentangan dengan iman Kristiani, konsekuensinya ilmuwan
tersebut harus berhadapan dengan hukum. Lantaran dalam pandangan gereja produk
ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan iman Kristiani hanyalah sihir belaka.
Kondisi yang demikian itu pada gilirannya hanya membawa bangsa Eropa.kepada
kemunduran.
AVEROISME
Dengan berdaulatnya pemerintahan Islam Andalusia pada hampir seluruh wilayah
semenanjung Iberia untuk
selama 8 abad. Bangsa
Eropa tersentak mencari tahu kekurangan peradaban mereka di hadapan peradaban
Islam.
Al Andalus merupakan tempat yang paling baik bagi
bangsa Eropa menyerap intisari peradaban Islam. Dari
dekat orang-orang Eropa dapat menyaksikan keunggulan
perdaban Islam dalam bidang pemikiran teologi dan filsafat Islam, hubungan social
politik pemerintahan dan ekonomi serta sains dan teknologi,
khususnya arsitektur dan rekayasa sipil.
Walaupun pahit pendudukan Islam membawa berkah tersendiri bagi bangsa
Eropa, sebab terbuka kesempatan yang luas untuk mengkaji dari dekat peradaban
Muslim melalui perguruan tinggi Islam yang dibangun di Cordoba. Upaya mereka berhasil mempelajari
Averoisme. Dengan memanfaatkan Averoisme tersebut mereka membangkitkan
motivasi untuk bergerak ke arah era pencerahan.
Gambar diatas
melukiskan diskusi bahwa Tuhan Itu Satu, antara dua filosuf Cordoba yang terkenal,
kiri filosuf Muslim Ibnoe Rusyd (1126-1198 M), dan kanan filosuf Yahudi Moses
Maimonides (1135-1204 M).
(https://www.google.com/search?site=&tbm=isch&source=hp&biw=1366&bih=696&q=ibnoe+rusyd+)
Substansi
pemikiran Islam
Ibnu Rusyd yang rasional namun tetap berpegang kepada syariah Islam. Beliau berusaha untuk
melepaskan diri dari belenggu taqlid, berdialog dengan
filsafat Helenik, seperti Aristoteles, seraya
menyelaraskannya dengan pandangan Islam. Lebih jauh Ibnu Rusyd berpendapat bahwa agama sama sekali tidak bertentangan dengan filsafat, ajaran agama
dan inti filsafat sejalan, dan keduanya pada akhirnya akan mencapai titik keseimbangan. Pendapat
yang demikian logis tersebut tak ayal lagi memikat minat semua orang yang berpikiran maju.
Intisari
ajaran Ibnoe Rusyd di dunia Barat dikenal dengan nama Averoisme tidaklah membawa kepada double truth
(kebenaran ganda). Dalam
artian bahwa agama adalah benar, demikian juga kebenaran ilmiah dan
filsafat. Dengan
pendekatan tersebut ia menggunakan sunnatullah menurut
pengertian Islam terhadap panteisme dan antropomorfisme Kristen.
Dengan pendekatan tersebut Ibnoe Rusyd berpendapat bahwa dalam penciptaan
alam tidak lepas dari teori Kausalitas (hukum sebab-akibat), dan ditekannya
bahwa untuk memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai
kepada hakikat dan eksistensi alam. Setidaknya ada
tiga dalil untuk menjelaskan teori itu, kata Rusyd, yaitu:
1. Dalil inayah, mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya,
seperti siang dan malam, matahari dan bulan, diciptakan dalam keteraturan
berdasarkan kepada ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk
melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan
pandangan akal fikirannya. Dalil ini pula yang membawa kepada pengetahuan yang
benar sesuai dengan ketentuan Alquran.
2. Dalil ikhtira’, asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya
nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi
tingkatan makhluk hidup itu, kata Rusyd, semakin tinggi pula berbagai macam
kegiatan dan pekerjaannya. Jadi penciptaan alam dan makhluk tidaklah secara
kebetulan. Apabila diciptakan secara kebetulan, tentu tingkatan hidup tidak
berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya sang Pencipta yang mengatur kehidupan.
Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan
perintah untuk memikirkan seluruh kejadian alam ini.
3. Dalil gerak atau dalil penggerak pertama,
yang diambil dari Aristoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta
bergerak dalam suatu gerakan yang abadi yang hanya dapat diatur oleh penggerak
pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu Tuhan.
PENGARUH
PERADABAN ISLAM
Puncak kejayaan peradaban Islam, pada masa pertengahan abad ke-8 M hingga permulaan abad ke-12 M,
telah memukau kaum intelektual Barat. Peradaban Islam dinilai lebih unggul, tidak mengherankan kemajuan yang dicapai umat Islam kala itu menjadi
barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa-bangsa terutama di Eropa. Philip
K. Hitti bahkan
melukiskan peradaban sebagai “Mutiara Dunia”. Pada masa itu ilmu
pengetahuan dan kebudayaan berkembang sangat pesat. Daulah Islam di Barat
(Umayyah) yang berpusat di Cordoba, merupakan bukti bahwa para sarjana Islam
pernah berperan sebagai bangsa kreator, inventor dan inovator besar yang
handal, dimana jasa dan keunggulannya dipakai sebagai dasar-dasar kemajuan bagi
Barat dikemudian hari.
Dalam
dialektikanya bangsa Barat menuai pandangan baru dalam kehidupan spiritual
agama mereka. Bahkan mereka mampu menangkap esensi dari kehidupan sosio politik
serta pemahaman alam semesta.
Kehidupan Sosial Masyarakat Islam
Meskipun Ibnoe Rusyd dianggap sebagai bapak dalam
pemikiran yang bersandar kepada rasionalisme, liberalisme, dan sekularisme.
Namun beliau tetap mewajibkan berpegang teguh kepada aqidah Islamiah yang utuh,
dengan mengedepankan kehidupan yang (1) taat, patuh dan berserah diri
kepada Allah SWT serta (2) fis sabilillah.
Makna
dari kedua arti di atas adalah memegang teguh Tauhid, kesaan Tuhan, dalam
artian manusia itu selain mahluk Allah adalah juga milik Allah. Bersandar
kepada Tauhid manusia diwajibkan senantiasa bekerja sebaik-baiknya sehingga membuahkan
hasil karya dalam kualitas terbaik, bermutu dan bermanfaat bagi manusia.
Manusia wajib berbuat kebaikan antar sesamanya serta mencegah kemungkaran. Itulah
esensi misi dari penciptaan manusia, selain harus mampu membuahkan hasil karya
yang terbaik namun sekaligus harus memelihar perdamaian dengan mengedepankan
kasih saying serta bergotong royong agar mampu menciptakan masyarakat yang
damai, makmur dan adil.
“Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau
Mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar” (QS An
Nisa: 114).
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS Luqman: 17).
Keharusan Menguasai
Ilmu Pengetahuan
Namun
harus disadari bahwa peradaban Islam tidak datang dengan begitu saja dari
langit, bukankah Allah SWT memerintahkan umat Islam harus belajar sebagaimana
perintah-Nya melalui kata Iqra.
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya” (QS. Al ‘Alaq: 1-5).
Kemudian diturunkan-Nya ayat yang
menyuruh manusia menguasai
ilmu pengetahuan di samping beriman. Bagi mereka yang berhasil menguasai ilmu
pengetahuan diberikan kedudukan yang lebih tinggi di Antara manusia di hadapan
Allah SWT.
“… niscaya
Allah meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan “ (QS Mujadillah: 11).
Allah
menyuruh umat Islam agar membaca ayat kauniyah supaya bukan saja mampu menguasai
ilmu pengetahuan tentang alam semesta akan tetapi harus paham pula bagaimana memelihara
dan memanfaatkannya demi kesejahteraan manusia sendiri, dan orang yang demikian
itu adalah Ulil Albab.
“ … Demi Kitab yang
jelas. Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab agar kalian mengerti. Dan
sesungguhnya Al Qur’an itu dalam ummul kitab di sisi Kami, benar-benar tinggi
dan penuh hikmah. Maka apakah Kami akan berhenti menurunkan ayat-ayat Al Qur’an
kepada kalian karena kalian adalah kaum yang melampaui batas?” (QS Az Zukhruf:
15).
Lebih lanjut diturunkan lagi
oleh Allah SWT agar manusia mampu membaca ayat kauniyah, sehingga mampu
memaknainya guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan mereka sendir, dan
lebih dari itu adalah memperoleh ridho-Nya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi ulil
albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam
keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(dan berdo’a), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia
– sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Ali Imran: 190-191).
Dalam
Islam mempelajari
hingga menguasai ilmu pengetahuan merupakan perintah ilahiah. Oleh sebab itu di
zaman Kekhalifahan Islam penerjemahan buku-buku klasik
dari berbagai bahasa
digiatkan, mulai dari bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani,
India, Qibti, Nibti dan Latin. Satu hal yang sangat menarik untuk dikaji ialah
kebiasaan penterjemah yang kerap memasukkan buah pikiran mereka dan unsur-unsur
baru yang disesuaikan dengan nafas ke Islaman hingga menjelmakan kebudayaan
baru yang bercorak khas kebudayaan Islam.
Kepemimpinan
Islam
melalui Al-Quran dan Hadits sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya
seorang pemimpin dipilih. Daam konteks tersebut ada dua hal yang harus dipahami
tentang hakikat kepemimpinan.
1.
Kepemimpinan
adalah suatu amanah yang harus
dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
"Dan
ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan
larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman:
Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim
bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah SWT menjawab:
Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim" (QS Al Baqarah:
124).
Dengan kata lain kepemimpinan
bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Pemimpin harus
berkualitas dan penuh tanggung jawab atas amanah yang dibebankan kepadanya.
Oleh sebab itu pemimpin bukan warisan, tetapi harus dipilih dari umat yang
tebaik melalui pemilihan.
"Yaa ayyuhalladzina aamanu athii'ullaha wa
athii'uur rasuula wa uulil amri minkum.." (QS An-Nisa: 59).
Dikarenakan kepemimpinan
melahirkan kekuasaan dan wewenang yang digunakan semata untuk melayani (to serve) rakyat, agar mereka memperoleh
rasa aman, sehat dan makmur. Jadi bukan wahana untuk memperkaya diri apalagi
bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah bagi seorang pemimpin
sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak.
2. Kepemimpinan itu menuntut keadilan. Keadilan harus dapat dirasakan
oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil
keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani
semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar
belakang.
"Wahai Daud, Kami telah
menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan
hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu" (QS Shad: 22)
Masalahnya
kemudian timbul bagaimana mencari sosok yang akan mampu berbuat sesuai amanat
tersebut. Dalam hal ini para pakar sependapat menyimpulkan bahwa sedikitnya
harus ada minimal ada 4 kriteria yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk
menjadi pemimpin. Syarat-syarat tersebut semuanya terkumpul di dalam empat
sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
1.
Shidiq,
yaitu bukan pembohong.
2.
Amanah,
yaitu tidak khianat.
3.
Fathonah,
yaitu cerdas, cakap, dan handal dalam menghadapi dan menanggulangi persoalan
yang muncul.
4.
Tabligh,
yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang
diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Tidak menutup-nutupi (kekurangan)
dan melindungi (kesalahan).
Lebih
lanjut Al-Quran menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat, seperti
1.
Kesabaran
dan ketabahan.
"Kami jadikan mereka
pemimpin ketika mereka sabar/tabah". QS As Sajdah: 24 dan QS Al Anbiya:
73.
Kesabaran dan ketabahan dijadikan
pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat
pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah
sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut.
2.
Mampu
menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
"Mereka memberi petunjuk
dengan perintah Kami" QS Al Anbiya: 73.
Pemimpin dituntut tidak hanya
menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan
kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu
mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah
masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat
menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat
sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya.
3.
Telah
membudaya pada diri mereka kebajikan.
"Dan Kami wahyukan kepada
mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan
sholat serta menunaikan zakat". QS Al Anbiya: 73.
Hal ini
dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah
mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah
dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.
Interaksi
peradaban dunia Barat dengan Muslim Andalusia memberikan kesempatan kepada
ilmuwan mereka untuk mempelajari konsep kepemimpinan Islam, sehingga kelak
mampu menarik intisari konsep kepemimipnan dalam peradaban Islam. Khususnya tentang
kriteria seorang pemimpin dalam paradigma Islam, seperti sidiq, amanah,
fathonah dan tabligh, serta bagaimana memilih pemimpin agar dapat diperoleh
pemimpin yang mampu melayani masyarakat (to
serve). Hanya dengan cara demikian masyarakat terentas menjadi sejahtera
dan makmur serta hidup di alam penuh kedamaian dengan rasa aman serta dibawah
keadilan sosial.
Itulah kenyataan sejarah yang jelas tidak dapat dikesampingkan begitu saja, bahkan seharusnya Barat berhutang budi kepada peradaban Islam. Kemajuan Barat yang spektakuler yang dapat disaksikan kini tidak terlepas dari tranformasi peradaban Islam oleh Barat pasca-abad pertengahan.
SUMBANGAN
ISLAM KEPADA RENAISANS
Semenjak terjadinya dialektika antara peradaban Barat
dengan Islam, berkembang adagium yang mengatakan bahwa ketika Barat meninggalkan
ajaran Paus mereka menjadi maju. Dikarenakan Paus yang menjadi pimpinan
tertinggi Gereja membelenggu umatnya di dalam kejumudan
yang menyebabkan nalar bangsa Barat terkekang.
Adagium tersebut berawal
dari pengaruh Averoisme serta penerjemahan karya-karya ilmiah ilmuwan Islam lainnya
ke dalam bahasa Latin, sehingga para intelektual memiliki dasar dan kekuatan
untuk merivisi pandangan Gereja yang sarat dengan atmosfir kejumudan. Renaissance (lahir kembali) dengan demikian sedikit
banyak disebabkan oleh transfer ilmu pengetahuan dunia Islam ke Eropa pada abad
12 M.
Transfer
ilmu tersebut sebagaimana diketahui setidaknya terjadi melalui beberapa
jalur.
Pertama, jalur Andalus
dengan universitas-universitas handal yang dikunjungi
oleh kaum terpelajar Eropa. Sejarah telah mencatat bahwa pada abad ke-9
M misalnya, Khalifah Abdurrahman III (912-961 M) telah mendirikan Universitas Cordoba. Pada waktu itu universitas Cordoba telah menyelenggrakan diferensiasi
ilmu pengetahuan, kedalam fakultas-fakultas hukum, kedokteran, ilmu ukur dan
astronomi.
Tidak mengherankan apabila tercatat banyak mahasiswa dan sarjana Islam serta Eropa-Kristen yang menimba ilmu di universitas tersebut,
apalagi pada waktu itu belum ada universitas di dunia Eropa-Kristen. Eropa baru
mengenal dan mendirikan universitas pada tahun 1000 M, yaitu Universiats Salerno.
Kemudian menyusul Universiatas Bologna pada
tahun 1150 M, Universitas Oxford pada tahun 1168
M, yang pada waktu itu banyak mencontoh kurikulum dan pola
universitas Islam.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari Andalusia dengan
cara yang sangat kejam, tetapi telah membidani gerakan-gerakan penting di
Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah; kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik
(renassaince) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan
reformasi pada abad ke-16 M, gerakan rasionalisme abad ke-17 M, dan pencerahan
(aufklaerung) pada abad ke-18 M.
Kedua, Sisilia, yang
pernah dikuasai umat Islam dari tahun 831 hingga 1091 M, memiliki pusat studi ilmu pengetahuan yang
dikembangkan oleh para ilmuwan Islam. Bahkan setelah jatuhnya Sisilia ke tangan kaum Norman yang dipimpin oleh Roger, pengaruh peradaban Islam masih
sangat terasa disana. Mereka dikelilingi oleh para filosof dan ilmuwan Muslim. Kepada mereka diperkenankan menjalankan ibadah agamanya dengan leluasa.
Lebih dari seabad sesudah masa ini, masih tetap merupakan satu kerajaan Kristen
yang unik dimana beberapa jabatan tinggi dipegang oleh orang Islam.
Dari Sisilia, ilmu pengetahuan Islam meluas kedataran
Italia, apalagi semenjak didirikannya Universitas Napoli pada tahun 1224 M. Di
antara siswa universiats tersebut terdapat Thomas Aquinas, pemimpin Kristen Katolik. Pandangan Thomas Aquinas (1225-1274 M)
tentang ilmu pengetahuan tampaknya banyak dipengaruhi oleh pandangan Islam,
dalam hal tersebut tampak pandangannya yang hampir sejalan dengan Ibnoe Rusyd bahwa akal dan iman itu tidak bertentangan. Baginya, filsafat
ditentukan oleh penjelasan sistematis akliyah, sedangkan agama ditentukan oleh
keimanan. Dengan demikian, pengetahuan sebenarnya adalah gabungan dari
kedua-duanya.
Kemudian Federick II di Sisilia itu pula menghimpun naskah-naskah Arab. Buku-buku Aristoteles dan
Averoes diterjemahkan dan dipergunakan sebagai buku pelajaran. Terjemahan
tersebut juga di kirim ke universitas-universitas Paris dan Bologna.
Pengaruh pemikiran rasional ilmu pengetahuan dalam
perkembangan Barat diakui oleh ilmuwan Barat sendiri seperti Gustav Le Bon,
Henry Trece, Anthony Nutting, Alferd Guillame, Rom Landau dan yang lainnya. Di
samping pengakuan penulis-penulis Barat yang objektif terhadap pengaruh
peradaban Islam terhadap lahirnya Renaissance dan peradaban Barat modern,
beberapa penulis Barat juga mengakui pengaruh pemakaian akal dalam Islam
terhadap kebebasan berpikir di Eropa dari belenggu agama (Kristen).
Nama-nama yang cukup terkenal dalam karya penterjemahan
ini antara lain:
1. Gerard dari Cremona (Italia, wafat pada tahun 1187
M), ketua dewan penterjemah di Toledo. Ia menerjemahkan 87
buku tentang filsafat, kedokteran, matematika dan ilmu Falak. Diantara
terjemhannya itu adalah al-Qanun fi Tibb (Canon) tulisan Ibn Sina yang
telah menjadi buku pegangan pokok mahasiswa kedokteran Barat selama
berabad-abad.
2. Adelard dari Bath menterjemahkan buku-buku Musa al-Khawarizmi dalam bidang
matematika dan astronomi.
3. Robert dari Chester (abad ke-12 M) yang belajar di Andalusia selama 12 tahun, menerjemahkan al-Jabar wal
muqabalah. Robert de Chester ini bersama-sma Hermanus Dalmata pada tahun
1141
M menerjemahkan Al-quran ke dalam bahasa Latin.
4.
Michael Scott (wafat pada tahun 1235
M) yang juga belajar di Toledo, menterjemhkan
komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap Aristoteles.
Dengan diterjemahkannya buku-buku itu termasuk Al-quran akibatnya lahir era renaisans di dunia Barat. Pada Zaman Renaisans terjadi
revolusi-revolusi,
1. Di bidang ketatanegaraan, lahirlah negara-negara yang membebaskan diri dari kristendom.
2. Di bidang ilmu pengetahuan,
berkembang perubahan dan tidak lagi dibawah kendali gereja.
3. Di bidang agama, lahir gerakan-gerakan pemurni dan gerakan-gerakan protes terhadap kehidupan
geraja, khususnya kekuasaan Paus. Gerakan pemurnian ialah sekte Jezuit, sedangkan gerakan protes s,eperti Ximanse de Cisneros (Spanyol, wafat 1517 M); Girolamo Savanarola (Italy, wafat 1496 M); Martin Luther (Jerman, wafat 1546 M); Ulrich Zwingli (Swiss, wafat 1531 M); John Calvin (Prancis, wafat 1564 M) dan di Inggris lahir gereja Anglica yang pemimpin pertamanya adalah ratu
Elizabeth I.
Sebagaimana pernah terjadi di dunia Muslim dengan
kelahiran Mu’tazilah yang mngedepankan rasio atau daya nalar, begitu pula di
dunia Barat pada abad ke-8 M bersemai gerakan Aufklarung/Englightenment yang pada abad ke-17 M mewujud.
Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Aufklarung pun bersemai pandangan yang ‘menolak’ trinitas sebagai sifat Tuhan. Isac Newton (wafat 1721 M) dalam bukunya Two Notable Coruptions of Scripture dan Observation
of the Prophesiss of Daniel and the Apocalypse of St. John, menolak doktrin trinitas karena tidak sesuai dengan akal.
Berangkat dari renaissance selanjutnya berkembang revolusi
ilmu pengetahuan pada abad ke-17 M, yang menyulut lahirnya revolusi industri yang
dimulai di Inggris yang bagaikan bola salju menggelinding menimbulkan revolusi
sosial pada abad ke-19 M. Memang Barat berhasil meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa mereka, namun das
sollen yang melandasi kehidupan spiritual peradaban mereka hampa akan
konsep keadilan. Dalam
realitasnya revolusi industri membuka jalan bagi timbulnya imperialisme dan
kolonialisme yang harus dibayar dengan penderitaan rakyat di tanah jajahan. Kondisi
demikian tentu tidak terjadi pada pendudukan semenanjung Iberia ketika Thariq
bin Ziyad menjajah mereka. Kehidupan yang penuh toleransi beragama didukung dan
dikembangkan oleh Kekhalifahan, bahkan bagi komunitas mereka baik itu Yahudi
maupun Nasrani diberikan hak untuk mengurus diri sendiri melalui pembentukkan
pengadilan sesuai dengan ajaran agama mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar