Selasa, 13 September 2016

BAB 4 KEBANGKITAN BANGSA EROPA

Sejarah Eropa dengan bentangan waktu yang demikian panjang, sejak zaman paleolitikum ribuan tahun yang lalu hingga sekarang, mengandung rangkaian proses kebangkitan bangsa Eropa yang sangat menarik untuk didiskusikan. Guna memahami seluk beluk bangkitnya Eropa sejak masa purba pra sejarah hingga menjadi negara-negara modern saat ini, dapat kiranya dibagi atas 7 periode sejarah, yakni:
1.   Zaman Pra Sejarah Eropa Purba, pembahasan fokus terhadap kehidupan dan perkembangan jenis-jenis manusia purba di Eropa.
2.     Zaman Klasik, pembahasan dititik-beratkan kepada perkembangan peradaban Greko Romawi.
3.     Zaman Kegelapan Medieval, pembahasan sejarah difokuskan kepada era setelah runtuhnya Romawi dan akibat dari besarnya pengaruh Gereja di segala bidang kehidupan masyarakat Eropa.
4.     Zaman Pencerahan, dalam periode ini Eropa mulai menemukan jati dirinya dan membangun tata krama kehidupan masyarakat baru dengan mengedepankan kemanusiaan akibat terbebasnya dari pengaruh berlebihan kekuasaan gereja.
5.     Revolusi Industri, berkat kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang dicapai bangsa-bangsa Eropa pasca masa renaisans berkembang industri-industri yang membawa kepada bangkitnya raksasa ekonomi.
6.     Imperialisme Klasik, kelebihan produksi yang menimbulkan ketamakan baru sehingga terpaksa mencari tanah jajahan guna melempar hasil produksi.
7.     Sejarah Eropa Moderen, visi humanism mulai mengedepan pada masyarakat Eropa atau Barat.
ZAMAN KEGELAPAN MEDIEVAL
Usainya Zaman Klasik menyusul hancurnya Kekaisaran Romawi akibat gempuran bangsa Hun dan Jermania barbar, bangsa Eropa pun mulai kehilangan arah. Sejak Kaisar Konstantinus I dalam mimpinya melihat salib, ia pun bertobat dan pada tahun 312 M ia memerintahkan penghentian penyiksaan umat Nasrani. Walaupun penistaan umat Nasrani sudah tidak dibenarkan lagi, namun tetap saja umat Nasrani masih hidup di alam kecemasan. Barulah kemudian setelah wafatnya kaisar Romawi terakhir yang memerintah Timur dan Barat Theodosius I pada tahun 395 M, agama Kristen  resmi menjadi agama negara.
Barulah ketika Paus menetapkan Alkitab yang memuat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam bahasa Latin sebagai hukum kanun, kekuasaan Paus di Roma meningkat. Pada era tersebut politik dan agama menyatu sehingga Kerajaan Romawi bergulir menjadi negara agama. Konsekuensinya dominasi Gereja terhadap kehidupan pemerintahan semakin kuat, sampai-sampai Gereja memiliki wewenang penuh membuat undang-undang serta mengawasi jalannya pemerintahan. Bahkan gereja perlu mengawasi nalar intelektual, kalau sampai para ilmuwan menghasilkan pendapat ilmiah yang dianggap bertentangan dengan iman Kristiani, konsekuensinya ilmuwan tersebut harus berhadapan dengan hukum. Lantaran dalam pandangan gereja produk ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan iman Kristiani hanyalah sihir belaka. Kondisi yang demikian itu pada gilirannya hanya membawa bangsa Eropa.kepada kemunduran.
AVEROISME
Dengan berdaulatnya pemerintahan Islam Andalusia pada hampir seluruh wilayah semenanjung Iberia untuk selama 8 abad. Bangsa Eropa tersentak mencari tahu kekurangan peradaban mereka di hadapan peradaban Islam.
Al Andalus merupakan tempat yang paling baik bagi bangsa Eropa menyerap intisari peradaban Islam. Dari dekat orang-orang Eropa dapat menyaksikan keunggulan perdaban Islam dalam bidang pemikiran teologi dan filsafat Islam, hubungan social politik pemerintahan dan ekonomi serta sains dan teknologi, khususnya arsitektur dan rekayasa sipil.
Walaupun pahit pendudukan Islam membawa berkah tersendiri bagi bangsa Eropa, sebab terbuka kesempatan yang luas untuk mengkaji dari dekat peradaban Muslim melalui perguruan tinggi Islam yang dibangun di Cordoba. Upaya mereka berhasil mempelajari Averoisme. Dengan memanfaatkan Averoisme tersebut mereka membangkitkan motivasi untuk bergerak ke arah era pencerahan.


 Gambar diatas melukiskan diskusi bahwa Tuhan Itu Satu, antara dua filosuf Cordoba yang terkenal, kiri filosuf Muslim Ibnoe Rusyd (1126-1198 M), dan kanan filosuf Yahudi Moses Maimonides (1135-1204 M).
(https://www.google.com/search?site=&tbm=isch&source=hp&biw=1366&bih=696&q=ibnoe+rusyd+)
Substansi pemikiran Islam Ibnu Rusyd yang rasional namun tetap berpegang kepada syariah Islam. Beliau berusaha untuk melepaskan diri dari belenggu taqlid, berdialog dengan filsafat Helenik, seperti Aristoteles, seraya menyelaraskannya dengan pandangan Islam. Lebih jauh Ibnu Rusyd berpendapat bahwa agama sama sekali tidak bertentangan dengan filsafat, ajaran agama dan inti filsafat sejalan, dan keduanya pada akhirnya akan mencapai titik keseimbangan. Pendapat yang demikian logis tersebut tak ayal lagi memikat minat semua orang yang berpikiran maju.
Intisari ajaran Ibnoe Rusyd di dunia Barat dikenal dengan nama Averoisme tidaklah membawa kepada double truth (kebenaran ganda). Dalam artian bahwa agama adalah benar, demikian juga kebenaran ilmiah dan filsafat. Dengan pendekatan tersebut ia menggunakan sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap panteisme dan antropomorfisme Kristen. Dengan pendekatan tersebut Ibnoe Rusyd berpendapat bahwa dalam penciptaan alam tidak lepas dari teori Kausalitas (hukum sebab-akibat), dan ditekannya bahwa untuk memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam. Setidaknya ada tiga dalil untuk menjelaskan teori itu, kata Rusyd, yaitu:
1.   Dalil inayah, mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, diciptakan dalam keteraturan berdasarkan kepada ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal fikirannya. Dalil ini pula yang membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan Alquran.
2.   Dalil ikhtira’, asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, kata Rusyd, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Jadi penciptaan alam dan makhluk tidaklah secara kebetulan. Apabila diciptakan secara kebetulan, tentu tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya sang Pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian alam ini.
3.   Dalil gerak atau dalil penggerak pertama, yang diambil dari Aristoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dalam suatu gerakan yang abadi yang hanya dapat diatur oleh penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu Tuhan.
PENGARUH PERADABAN ISLAM
Puncak kejayaan peradaban Islam, pada masa pertengahan abad ke-8 M hingga permulaan abad ke-12 M, telah memukau kaum intelektual Barat. Peradaban Islam dinilai lebih unggul, tidak mengherankan kemajuan yang dicapai umat Islam kala itu menjadi barometer dan ukuran kemoderenan bagi bangsa-bangsa terutama di Eropa. Philip K. Hitti bahkan melukiskan peradaban sebagai “Mutiara Dunia”. Pada masa itu ilmu pengetahuan dan kebudayaan berkembang sangat pesat. Daulah Islam di Barat (Umayyah) yang berpusat di Cordoba, merupakan bukti bahwa para sarjana Islam pernah berperan sebagai bangsa kreator, inventor dan inovator besar yang handal, dimana jasa dan keunggulannya dipakai sebagai dasar-dasar kemajuan bagi Barat dikemudian hari.
Dalam dialektikanya bangsa Barat menuai pandangan baru dalam kehidupan spiritual agama mereka. Bahkan mereka mampu menangkap esensi dari kehidupan sosio politik serta pemahaman alam semesta.
Kehidupan Sosial Masyarakat Islam
Meskipun Ibnoe Rusyd dianggap sebagai bapak dalam pemikiran yang bersandar kepada rasionalisme, liberalisme, dan sekularisme. Namun beliau tetap mewajibkan berpegang teguh kepada aqidah Islamiah yang utuh, dengan mengedepankan kehidupan yang (1) taat, patuh dan berserah diri kepada Allah SWT serta (2) fis sabilillah.
Makna dari kedua arti di atas adalah memegang teguh Tauhid, kesaan Tuhan, dalam artian manusia itu selain mahluk Allah adalah juga milik Allah. Bersandar kepada Tauhid manusia diwajibkan senantiasa bekerja sebaik-baiknya sehingga membuahkan hasil karya dalam kualitas terbaik, bermutu dan bermanfaat bagi manusia. Manusia wajib berbuat kebaikan antar sesamanya serta mencegah kemungkaran. Itulah esensi misi dari penciptaan manusia, selain harus mampu membuahkan hasil karya yang terbaik namun sekaligus harus memelihar perdamaian dengan mengedepankan kasih saying serta bergotong royong agar mampu menciptakan masyarakat yang damai, makmur dan adil.
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar” (QS An Nisa: 114).
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS Luqman: 17).
Keharusan Menguasai Ilmu Pengetahuan
Namun harus disadari bahwa peradaban Islam tidak datang dengan begitu saja dari langit, bukankah Allah SWT memerintahkan umat Islam harus belajar sebagaimana perintah-Nya melalui kata Iqra.
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya(QS. Al ‘Alaq: 1-5).
Kemudian diturunkan-Nya ayat yang menyuruh manusia menguasai ilmu pengetahuan di samping beriman. Bagi mereka yang berhasil menguasai ilmu pengetahuan diberikan kedudukan yang lebih tinggi di Antara manusia di hadapan Allah SWT.
“… niscaya Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan “ (QS Mujadillah: 11).
Allah menyuruh umat Islam agar membaca ayat kauniyah supaya bukan saja mampu menguasai ilmu pengetahuan tentang alam semesta akan tetapi harus paham pula bagaimana memelihara dan memanfaatkannya demi kesejahteraan manusia sendiri, dan orang yang demikian itu adalah Ulil Albab.
“ … Demi Kitab yang jelas. Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab agar kalian mengerti. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu dalam ummul kitab di sisi Kami, benar-benar tinggi dan penuh hikmah. Maka apakah Kami akan berhenti menurunkan ayat-ayat Al Qur’an kepada kalian karena kalian adalah kaum yang melampaui batas?” (QS Az Zukhruf: 15).
Lebih lanjut diturunkan lagi oleh Allah SWT agar manusia mampu membaca ayat kauniyah, sehingga mampu memaknainya guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan mereka sendir, dan lebih dari itu adalah memperoleh ridho-Nya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi ulil albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (dan berdo’a), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia – sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Ali Imran: 190-191).
Dalam Islam mempelajari hingga menguasai ilmu pengetahuan merupakan perintah ilahiah. Oleh sebab itu di zaman Kekhalifahan Islam penerjemahan buku-buku klasik dari berbagai bahasa digiatkan, mulai dari bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin. Satu hal yang sangat menarik untuk dikaji ialah kebiasaan penterjemah yang kerap memasukkan buah pikiran mereka dan unsur-unsur baru yang disesuaikan dengan nafas ke Islaman hingga menjelmakan kebudayaan baru yang bercorak khas kebudayaan Islam.
Kepemimpinan
Islam melalui Al-Quran dan Hadits sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya seorang pemimpin dipilih. Daam konteks tersebut ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.
1.   Kepemimpinan adalah suatu amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
"Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah SWT menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim" (QS Al Baqarah: 124).
Dengan kata lain kepemimpinan bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Pemimpin harus berkualitas dan penuh tanggung jawab atas amanah yang dibebankan kepadanya. Oleh sebab itu pemimpin bukan warisan, tetapi harus dipilih dari umat yang tebaik melalui pemilihan.
"Yaa ayyuhalladzina aamanu athii'ullaha wa athii'uur rasuula wa uulil amri minkum.." (QS An-Nisa: 59).
Dikarenakan kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang digunakan semata untuk melayani (to serve) rakyat, agar mereka memperoleh rasa aman, sehat dan makmur. Jadi bukan wahana untuk memperkaya diri apalagi bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah bagi seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak.
2.   Kepemimpinan itu menuntut keadilan. Keadilan harus dapat dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang.
"Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu" (QS Shad: 22)
Masalahnya kemudian timbul bagaimana mencari sosok yang akan mampu berbuat sesuai amanat tersebut. Dalam hal ini para pakar sependapat menyimpulkan bahwa sedikitnya harus ada minimal ada 4 kriteria yang harus dipenuhi sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Syarat-syarat tersebut semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
1.   Shidiq, yaitu bukan pembohong.
2.   Amanah, yaitu tidak khianat.
3.   Fathonah, yaitu cerdas, cakap, dan handal dalam menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul.
4.   Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Tidak menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).
Lebih lanjut Al-Quran menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat, seperti
1.   Kesabaran dan ketabahan.
"Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah". QS As Sajdah: 24 dan QS Al Anbiya: 73.
Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam mengangkat seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat adanya sifat (kesabaran) tersebut.
2.   Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT.
"Mereka memberi petunjuk dengan perintah Kami" QS Al Anbiya: 73.
Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi mengantar rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar mengucapkan dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi kemudian mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai kepekaan yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama sekali merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali menikmatinya.
3.   Telah membudaya pada diri mereka kebajikan.
"Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat". QS Al Anbiya: 73.
Hal ini dapat tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah yang mantap tertanam di dalam dada mereka.
Interaksi peradaban dunia Barat dengan Muslim Andalusia memberikan kesempatan kepada ilmuwan mereka untuk mempelajari konsep kepemimpinan Islam, sehingga kelak mampu menarik intisari konsep kepemimipnan dalam peradaban Islam. Khususnya tentang kriteria seorang pemimpin dalam paradigma Islam, seperti sidiq, amanah, fathonah dan tabligh, serta bagaimana memilih pemimpin agar dapat diperoleh pemimpin yang mampu melayani masyarakat (to serve). Hanya dengan cara demikian masyarakat terentas menjadi sejahtera dan makmur serta hidup di alam penuh kedamaian dengan rasa aman serta dibawah keadilan sosial.
Itulah kenyataan sejarah yang jelas tidak dapat dikesampingkan begitu saja, bahkan seharusnya Barat berhutang budi kepada peradaban Islam. Kemajuan Barat yang spektakuler yang dapat disaksikan kini tidak terlepas dari tranformasi peradaban Islam oleh Barat pasca-abad pertengahan.
SUMBANGAN ISLAM KEPADA RENAISANS
Semenjak terjadinya dialektika antara peradaban Barat dengan Islam, berkembang adagium yang mengatakan bahwa ketika Barat meninggalkan ajaran Paus mereka menjadi maju. Dikarenakan Paus yang menjadi pimpinan tertinggi Gereja membelenggu umatnya di dalam kejumudan yang menyebabkan nalar bangsa Barat terkekang.
Adagium tersebut berawal dari pengaruh Averoisme serta penerjemahan karya-karya ilmiah ilmuwan Islam lainnya ke dalam bahasa Latin, sehingga para intelektual memiliki dasar dan kekuatan untuk merivisi pandangan Gereja yang sarat dengan atmosfir kejumudan. Renaissance (lahir kembali) dengan demikian sedikit banyak disebabkan oleh transfer ilmu pengetahuan dunia Islam ke Eropa pada abad 12 M.
Transfer ilmu tersebut sebagaimana diketahui setidaknya terjadi melalui beberapa jalur.
Pertama, jalur Andalus dengan universitas-universitas handal yang dikunjungi oleh kaum terpelajar Eropa. Sejarah telah mencatat bahwa pada abad ke-9 M misalnya, Khalifah Abdurrahman III (912-961 M) telah mendirikan Universitas Cordoba. Pada waktu itu universitas Cordoba telah menyelenggrakan diferensiasi ilmu pengetahuan, kedalam fakultas-fakultas hukum, kedokteran, ilmu ukur dan astronomi. Tidak mengherankan apabila tercatat banyak mahasiswa dan sarjana Islam serta Eropa-Kristen yang menimba ilmu di universitas tersebut, apalagi pada waktu itu belum ada universitas di dunia Eropa-Kristen. Eropa baru mengenal dan mendirikan universitas pada tahun 1000 M, yaitu Universiats Salerno. Kemudian menyusul Universiatas Bologna pada tahun 1150 M, Universitas Oxford pada tahun 1168 M, yang pada waktu itu banyak mencontoh kurikulum dan pola universitas Islam.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari Andalusia dengan cara yang sangat kejam, tetapi telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah; kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renassaince) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, gerakan rasionalisme abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-18 M.
Kedua, Sisilia, yang pernah dikuasai umat Islam dari tahun 831  hingga 1091 M, memiliki pusat studi ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ilmuwan Islam. Bahkan setelah jatuhnya Sisilia ke tangan kaum Norman yang dipimpin oleh Roger, pengaruh peradaban Islam masih sangat terasa disana. Mereka dikelilingi oleh para filosof dan ilmuwan Muslim. Kepada mereka diperkenankan menjalankan ibadah agamanya dengan leluasa. Lebih dari seabad sesudah masa ini, masih tetap merupakan satu kerajaan Kristen yang unik dimana beberapa jabatan tinggi dipegang oleh orang Islam.
Dari Sisilia, ilmu pengetahuan Islam meluas kedataran Italia, apalagi semenjak didirikannya Universitas Napoli pada tahun 1224 M. Di antara siswa universiats tersebut terdapat Thomas Aquinas, pemimpin Kristen Katolik. Pandangan Thomas Aquinas (1225-1274 M) tentang ilmu pengetahuan tampaknya banyak dipengaruhi oleh pandangan Islam, dalam hal tersebut tampak pandangannya yang hampir sejalan dengan Ibnoe Rusyd bahwa akal dan iman itu tidak bertentangan. Baginya, filsafat ditentukan oleh penjelasan sistematis akliyah, sedangkan agama ditentukan oleh keimanan. Dengan demikian, pengetahuan sebenarnya adalah gabungan dari kedua-duanya. Kemudian Federick II di Sisilia itu pula menghimpun naskah-naskah Arab. Buku-buku Aristoteles dan Averoes diterjemahkan dan dipergunakan sebagai buku pelajaran. Terjemahan tersebut juga di kirim ke universitas-universitas Paris dan Bologna.
Pengaruh pemikiran rasional ilmu pengetahuan dalam perkembangan Barat diakui oleh ilmuwan Barat sendiri seperti Gustav Le Bon, Henry Trece, Anthony Nutting, Alferd Guillame, Rom Landau dan yang lainnya. Di samping pengakuan penulis-penulis Barat yang objektif terhadap pengaruh peradaban Islam terhadap lahirnya Renaissance dan peradaban Barat modern, beberapa penulis Barat juga mengakui pengaruh pemakaian akal dalam Islam terhadap kebebasan berpikir di Eropa dari belenggu agama (Kristen).
Nama-nama yang cukup terkenal dalam karya penterjemahan ini antara lain:
1.   Gerard dari Cremona (Italia, wafat pada tahun 1187 M), ketua dewan penterjemah di Toledo. Ia menerjemahkan 87 buku tentang filsafat, kedokteran, matematika dan ilmu Falak. Diantara terjemhannya itu adalah al-Qanun fi Tibb (Canon) tulisan Ibn Sina yang telah menjadi buku pegangan pokok mahasiswa kedokteran Barat selama berabad-abad.
2.   Adelard dari Bath menterjemahkan buku-buku Musa al-Khawarizmi dalam bidang matematika dan astronomi.
3.   Robert dari Chester (abad ke-12 M) yang belajar di Andalusia selama 12 tahun, menerjemahkan al-Jabar wal muqabalah. Robert de Chester ini bersama-sma Hermanus Dalmata pada tahun 1141 M menerjemahkan Al-quran ke dalam bahasa Latin.
4.   Michael Scott (wafat pada tahun 1235 M) yang juga belajar di Toledo, menterjemhkan komentar-komentar Ibn Rusyd terhadap Aristoteles.
Dengan diterjemahkannya buku-buku itu termasuk Al-quran akibatnya lahir era renaisans di dunia Barat. Pada Zaman Renaisans terjadi revolusi-revolusi,
1.   Di bidang ketatanegaraan, lahirlah negara-negara yang membebaskan diri dari kristendom.
2.   Di bidang ilmu pengetahuan, berkembang perubahan dan tidak lagi dibawah kendali gereja.
3.   Di bidang agama, lahir gerakan-gerakan pemurni dan gerakan-gerakan protes terhadap kehidupan geraja, khususnya kekuasaan Paus. Gerakan pemurnian ialah sekte Jezuit, sedangkan gerakan protes s,eperti Ximanse de Cisneros (Spanyol, wafat 1517 M); Girolamo Savanarola (Italy, wafat 1496 M); Martin Luther (Jerman, wafat 1546 M); Ulrich Zwingli (Swiss, wafat 1531 M); John Calvin (Prancis, wafat 1564 M) dan di Inggris lahir gereja Anglica yang pemimpin pertamanya adalah ratu Elizabeth I.
Sebagaimana pernah terjadi di dunia Muslim dengan kelahiran Mu’tazilah yang mngedepankan rasio atau daya nalar, begitu pula di dunia Barat pada abad ke-8 M bersemai gerakan Aufklarung/Englightenment yang pada abad ke-17 M mewujud. Mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Aufklarung pun bersemai pandangan yang ‘menolak trinitas sebagai sifat Tuhan. Isac Newton (wafat 1721 M) dalam bukunya Two Notable Coruptions of Scripture dan Observation of the Prophesiss of Daniel and the Apocalypse of St. John, menolak doktrin trinitas karena tidak sesuai dengan akal.
Berangkat dari renaissance selanjutnya berkembang revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17 M, yang menyulut lahirnya revolusi industri yang dimulai di Inggris yang bagaikan bola salju menggelinding menimbulkan revolusi sosial pada abad ke-19 M. Memang Barat berhasil meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa mereka, namun das sollen yang melandasi kehidupan spiritual peradaban mereka hampa akan konsep keadilan. Dalam realitasnya revolusi industri membuka jalan bagi timbulnya imperialisme dan kolonialisme yang harus dibayar dengan penderitaan rakyat di tanah jajahan. Kondisi demikian tentu tidak terjadi pada pendudukan semenanjung Iberia ketika Thariq bin Ziyad menjajah mereka. Kehidupan yang penuh toleransi beragama didukung dan dikembangkan oleh Kekhalifahan, bahkan bagi komunitas mereka baik itu Yahudi maupun Nasrani diberikan hak untuk mengurus diri sendiri melalui pembentukkan pengadilan sesuai dengan ajaran agama mereka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar